Senin, 12 Maret 2012

Artikel Ilmiah

 
Pandangan mahasiswa tentang kewajiban menulis karya ilmiah sebagai syarat kelulusan

Dunia pendidikan digetarkan dengan kebijakan Dirjen Dikti No. 152/E/T/2012 yang mewajibkan mahasiswa menulis dan mempublikasikan karya ilmiah. Untuk mahasiswa S1 harus mempublikasikan makalah dalam jurnal ilmiah, S2 pada jurnal Nasional, dan S3 pada jurnal Internasional. Kebijakan pemerintah tersebut bertujuan untuk merangsang penerbitan jurnal ilmiah dalam negeri yang sangat minim. Tetapi dengan adanya kebijakan Dirjen Dikti menuai reaksi dari berbagai kalangan, terutama kalangan mahasiswa.
Sebagai mahasiswa saya berpendapat bahwa, kebijakan pemerintah ini sangat positif. Setidaknya dapat memicu mahasiswa meningkatkan kemampuan menulis, karena tradisi menulis dikalangan mahasisiwa sangat rendah. Kebanyakan mahasiswa menulis ketika ada tugas pembuatan makalah saja.
Menurut pendapat saya selain dampak positif ada juga dampak negatif dari surat edaran Dikti memungkinkan munculnya kasus plagiarisme. Hal ini mengingat mahasiswa yang ingin lulus cepat dan kurang mahir menulis menempuh langkah instan dengan cara menjiplak karya orang lain dan hanya mengorientasikan diri kepada hasil, bukan proses. Mereka akan melegalkan segala cara demi mengejar kelulusan.
Disisi lain, Kewajiban mempublikasikan karya ilmiah sangat terburu-buru dan dipaksakan. Apalagi akan diberlakukan pada bulan Agustus nanti. Selain itu, wadah publikasi jurnal ilmiah masih belum memadai. Belum lagi untuk mahasiswa S2 dan S3 yang harus mempublikasikan di jurnal terakreditasi yang jumlahnya sangat minim. Ini akan memberatkan mahasiswa dan dapat menghambat kelulusan mereka.

DAFTAR PUSTAKA
http://dgi-indonesia.com/surat-edaran-dirjen-dikti-tentang-publikasi-karya-ilmiah/

Rabu, 07 Maret 2012

Tugas Rangkuman



PENGAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM
 ACHIEVMENT DIVISION (STAD)
BAGI PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS
Proses belajar mengajar bahasa Indonesia dituntut untuk menghasilkan lulusan yang terampil berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis). Jadi, guru bahasa indonesia memikul tanggung jawab, yaitu menciptakan siswa yang terampil berbahasa dan mampu menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Dalam draf kurikulum 2006 Sandar Kompetensi mata pelajaran bahasa indonesia untuk SMP/MTs (hal.3), diuraikan bahwa tujuan mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, salah satu diantaranya adalah sebagai sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam pemakaian Bahasa Indonesia untuk berbagai keperluan (Depdiknas, 2006).
Sebagai acuan proses pembelajaran bahasa Indonesia yang secara ideal harus mencetak lulusan yang terampil berbahasa, orientasi akhir dari proses pembelajaran bahasa (kurikulum 2006) mengarah pada penguasaan empat keterampilan berbahasa, yaitu (1) mendengarkan, (2) berbicara, (3) membaca, (4) menulis.
Dari keempat keterampilan berbahasa tersebut, menurut Alwasilah (2003), keterampilan menulislah yang sampai saat ini perkembangannya masih rendah. Dengan kata lain masyarakat Indonesia belum banyak berkarya tulis. Hal ini tentu saja disebabkan oleh masih rendahnya minat dan kemampuan menulis pada masyarakat kita. Padahal banyak keuntungan yang diperoleh dari kegiatan menulis.
Model Mengajar
Menurut Joyce dan Weil (2000:1) model mengajar ialah suatu rencana atau pola yang digunkan dalam melaksanakan kurikulum, menyusun materi pengajaran, dan memberi arah pembelajaran di kelas atau pun lainnya.
Joyce dan Weil (2000:9) mengelompokan model mengajar menjadi 4 yaitu: (1) Model pemprosesan informasi yaitu model mengajar yang menjelaskan bagaimana cara individu memberi respons yang datang dari lingkungannya, dengan cara mengorganisasikan data, memformulasikan masalah, membangun konsep dan rencana pemecahan masalah, serta penggunaan simbol-simbol verbal dan non verbal. (2) model pribadi, berorientasi kepada perkembangan diri individu.  (3) model interaksi sosial, mengutamakan hubungan individu dengan masyarakat atau orang lain, dan memusatkan perhatiannya kepada proses realita yang ada dan dipandang sebagai negosiasi sosial.  (4) model prilaku, dibangun atas dasar teori yang umum, yaitu kerangka teori prilaku. Karakteristik setiap model pengajaran ditandai oleh unsur-unsur (1) orientasi model, (2) model mengajar, dengan unsur-unsur sebagai berikut: (a) urutan kegiatan, (b) sistem sosial, (c) prinsip reaksi, (d) sistem penunjang, (3) penerapan, (4) dampak intruksional dan penyerta (Joyce dan Weil, 2000:14). Unsur-unsur di atas merupakan hal yang harus ada dalam setiap model pembelajaran.
Psikologi Belajar Bahasa
Perkembangan ilmu psikologi berpengaruh pada perkembangan metode pembelajaran bahasa. Sedikitnya ada teori psikologi belajar yang meramaikan pencarian metode terbaik dalam pengjaran bahasa, yaitu teori behavioristik dan teori kogninif.
1. Teori Behavioristik
Prinsip teori behavioristik relatif sederhana, yakni suatu pandangan mengenai prilaku belajar yang kuncinya adalah peniruan model. Titik sentral kegiatannya terletak pada proses penyempurnaan latihan untuk membentuk kebiasaan. Menurut para behavioris, suatu kebiasaan terbentuk apabila suatu jawaban pada rangsangan secara konsisten diberikan hadiah. Urutannya yaitu, stimulus, response, reinforcement, yang dalam psikologi behaviorisme disebut pembiasaan yang membuahkan hasil.

(Nike Wijayanti B.Indo B.4 2012)